Nadhira Afifa membahas persahabatan transaksional (transactional friendship) yang kerap muncul seiring bertambahnya usia lewat akun TikTok-nya. Dari persahabatan masa kecil hingga hubungan selektif dan saling menguntungkan kala dewasa; apakah hal ini wajar atau justru berbahaya? Simak penjelasannya di sini!

Semasa kecil, mencari teman terasa mudah. Kita cukup bermain bersama di halaman, mengobrol sebentar, atau mempunyai hobi yang sama. Dengan begitu, kita langsung merasa akrab sebagai bestie.
Namun, seiring bertambahnya usia, pertemanan nggak lagi sesederhana itu. Riset sosiologi yang dikutip Daily Telegraph menyebutkan setengah dari pertemanan bisa hilang setiap tujuh tahun karena perubahan hidup, lho.
Misalnya saja karena alasan pindah kerja atau pindah kota. Hanya sekitar 30% pertemanan yang benar-benar bertahan dalam jangka panjang.
Hal itu membuat cara pandang kita terhadap hubungan pun ikut berubah. Nggak semua pertemanan bertahan hanya karena cocok saja; sering kali ada pertimbangan lain. Fenomena inilah yang kerap disebut persahabatan transaksional.
Topik ini dibahas Nadhira Afifa di akun TikTok miliknya. Menurutnya, wajar saja kalau pertemanan di usia dewasa memiliki unsur transaksional, asalkan porsinya seimbang dan tetap saling menguntungkan.
Bagaimana menurutmu, TeMantappu? Yuk, simak selengkapnya di artikel ini!
Table of Contents
Ketika Persahabatan Menjadi Transaksional
“At certain age, do you think your friendship becomes transactional? Jadi, waktu kecil kita gampang mencari teman. Kalau cocok, langsung menjadi sahabat.
Mindset kita masih mencari bestfriend atau bestie. Namun, saat dewasa, aku merasa persahabatan lama-lama menjadi lebih transaksional.
Maksudnya, kita cenderung mencari pertemanan yang memang menguntungkan.
Misalnya, di dunia kerja kita memilih rekan yang oke biar teamwork lancar atau di dunia content creating, kita gencar membangun networking untuk potensi kolaborasi,” ungkap Nadhira dalam kontennya.
Semakin bertambah usia, faktor yang memengaruhi kedekatan pun ikut berubah.
Di kantor, kita cenderung menjalin hubungan dengan rekan yang punya etos kerja bagus, komunikatif, dan bebas drama.
Begitu juga di ranah content creating, koneksi sering dibangun untuk membuka kesempatan akan adanya kolaborasi.
Ada kecenderungan bagi kita untuk mencari hubungan yang memberi nilai tambah. Entah berupa dukungan moral, peluang kerja, pengetahuan baru, atau sekadar teman yang membantu kita berkembang.
Baca Juga: 3 Bahaya Merokok Menurut Dokter Nadhira: Anak, Pasangan, & Negara Jadi Korban
Transaksional Bukan Berarti Memanfaatkan
Kata “transaksional” sering mendapat konotasi negatif. Sebab, banyak orang menganggap hubungan semacam ini identik dengan memanfaatkan orang lain, lalu menghilang begitu tujuan tercapai.
Padahal, Nadhira menegaskan jika maksudnya berbeda.
“Menurutku, transaksional friendship itu totally normal, asal jangan sekali pakai. Bukan seperti, ‘Gue butuh lu, tapi kalau udah nggak butuh, bye.’
Melainkan, ‘Gue butuh lu, nanti kalau lu butuh, call me.’ Jadi tetap ada saling support dan saling tumbuh. Porsi transaksionalnya seimbang,” jelas Nadhira.
Bagi Nadhira, hubungan transaksional yang sehat justru menekankan prinsip timbal balik.
Artinya, ketika kita butuh dukungan teman, kita juga siap memberi hal serupa saat mereka yang membutuhkan.
Baca Juga: Perempuan di Dunia Kerja: Kenapa Posisi Tinggi Masih Dikuasai Laki-laki?
Mengapa Pola Ini Muncul Saat Dewasa?
Salah satu penyebabnya adalah waktu dan energi yang semakin terbatas.
Kalau dulu kita bisa nongkrong berjam-jam tanpa peduli besoknya, kini waktu luang terasa lebih berharga.
Itulah sebabnya kita menjadi lebih selektif memilih interaksi yang benar-benar bermanfaat, baik secara emosional maupun profesional.
Selain itu, kebutuhan hidup pun ikut berubah. Teman masa kecil mungkin kini lebih sibuk dengan keluarga, karier, atau hobinya masing-masing. Wajar kalau lingkaran pertemanan kita ikut menyesuaikan.
Ditambah lagi, banyak orang dewasa mulai sadar pentingnya lingkungan positif. Kita cenderung mencari orang-orang yang dapat mendorong kita maju, bukan yang justru menghambat pertumbuhan diri.
Kendati sifatnya timbal balik, hubungan transaksional tetap bisa terasa hangat dan tulus jika dijaga dengan baik. Kuncinya ada pada komunikasi.
Jangan hanya muncul saat ada kepentingan, tetapi sisihkan pula waktu untuk sekadar menyapa atau menanyakan kabar.
Nah, kalau TeMantappu tertarik dengan topik seperti ini, langsung saja tonton konten Nadhira di TikTok. Follow juga akun @nadhiraafifa untuk tips dan insight menarik seputar self-development lainnya!