Nadhira Afifa menyebutkan jika pendidikan empati harus dimulai dari keluarga. Anak perlu diajarkan menghargai siapapun dan nggak hidup dalam gelembung privilese. Simak pandangannya selengkapnya di sini dan mulai jadikan rumah sebagai tempat pertama anak belajar empati!

Kasus perundungan yang menimpa Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa FISIP Universitas Udayana, kembali membuka luka lama tentang empati yang makin menipis di lingkungan pendidikan.
Berita ini ramai diperbincangkan publik karena menggambarkan potret kekerasan di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat belajar dan tumbuh bersama.
Nadhira Afifa ikut menyuarakan pandangannya lewat video di akun TikTok-nya tentang pentingnya pendidikan empati sejak usia dini.
“Kita sering ajarin anak bahasa Inggris, matematika, balet … tapi lupa ajarin empati,” tulis Nadhira dalam takarir (caption) unggahan videonya.
Empati, menurut Nadhira, bukan hanya soal sopan santun, tetapi soal membentuk karakter anak agar dapat menghargai sesama manusia tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi.
“Mau anak kamu tumbuh seperti dia (anak pejabat rese)? Biasain tumbuhin empati mereka dari kecil,” ujar Nadhira.
Yuk, simak tiga cara ringkas dari Nadhira untuk menumbuhkan empati pada anak!
Table of Contents
1. Jangan Bedakan Orang Berdasarkan Kasta

Menurut Nadhira, langkah pertama dalam menumbuhkan empati pada anak adalah dengan memberi contoh nyata: menghargai siapa pun tanpa memandang status sosial.
Sikap orang tua dalam memperlakukan orang lain akan menjadi cermin utama bagi anak. Sebab, di usia dini, mereka belajar bukan dari nasihat, tetapi dari apa yang mereka lihat setiap hari.
Ia menegaskan pentingnya menghapus pola pikir “kelas sosial” di rumah. Anak perlu dibiasakan untuk bersikap sopan kepada semua orang, entah itu asisten rumah tangga, sopir, satpam, pedagang, atau siapa pun yang ditemui.
Dari hal sederhana seperti menyapa, mengucap terima kasih, atau membantu tanpa disuruh, anak belajar bahwa setiap manusia punya martabat yang sama.
“Dari kecil mereka harus terbiasa dengan ajaran bahwa nggak ada orang kecil dan nggak ada orang besar,” ujar Nadhira.
Mulai sekarang, yuk, hentikan kebiasaan menilai orang dari jabatan, kekayaan, atau popularitas.
Sebab, empati justru tumbuh saat seseorang bisa melihat manusia lain sebagai sesama, bukan sebagai “lebih tinggi” atau “lebih rendah”.
Baca Juga: Nadhira Afifa Ungkap Realitas Persahabatan di Usia Dewasa
2. Ajak Anak Keluar dari Bubble Privilege

Nadhira menekankan kalau empati nggak akan tumbuh jika anak hanya hidup di lingkungan yang serba nyaman. Orang tua perlu mengajak anak melihat sisi lain kehidupan di luar gelembung privilese mereka.
“Biarpun punya mobil, sesekali ajak mereka naik angkot, kereta, atau busway supaya mereka tahu kalau di luar sana nggak semua orang, tuh, seberuntung mereka. Tinggal (duduk) di dalam mobil terus nyampe tujuan,” ujarnya. Ini membantu anak memahami jika nggak semua orang punya akses yang sama terhadap kenyamanan.
Dari situ, anak belajar bahwa dunia nyata penuh dengan perjuangan, dan nggak semua orang punya titik awal yang sama.
Kesadaran ini penting agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang rendah hati, peka terhadap sekitar, dan menghargai setiap jerih payah orang lain.
3. Jangan Pernah Kasih Uang Haram

Poin ketiga yang disampaikan Nadhira adalah soal kejujuran dalam mencari rezeki. Ia menegaskan uang yang didapat dengan cara nggak benar bisa berdampak buruk bagi anak.
“Jangan pernah kasih uang haram. Udah pastilah. Nggak berkah buat keluarga. Kita lihat saja, beberapa figur yang ngasih uang haram, antara anaknya menjadi sakit, pergaulan bebas, atau kerjaannya nggak bener. Atau ya, berakhir anaknya jadi nyari uang haram juga,” ucapnya.
Pada akhirnya, pendidikan empati nggak bisa cuma diserahkan pada sekolah. Ia tumbuh dari rumah, dari cara orang tua berbicara, memperlakukan orang lain, dan memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Tonton selengkapnya pandangan Nadhira tentang pentingnya pendidikan empati di sini Nadhira ungkap pentingnya pendidikan empati


