Ingin tahu serunya arubaito alias kerja paruh waktu di Jepang? Erika Ebisawa membocorkan pengalaman lengkapnya: mulai dari cara melamar, aturan kerja, besaran gaji hingga momen unik yang hanya bisa ditemui di Negeri Sakura!

Di Jepang, hampir semua orang pernah merasakan kerja paruh waktu yang disebut arubaito (アルバイト). Istilah ini berasal dari bahasa Jerman arbeit yang berarti ‘kerja’ dan sudah menjadi bagian dari budaya anak muda Jepang.
Berbeda dengan bekerja penuh waktu (full time), arubaito nggak memiliki kontrak jangka panjang sebagaimana pekerja tetap (seishain, 正社員). Sebab itu, arubaito bersifat fleksibel dan cocok untuk pelajar, mahasiswa, atau siapa pun yang ingin mendapatkan pengalaman kerja tanpa komitmen jangka panjang.Erika Ebisawa bersama dua temannya, Marisa dan Mana-chan, berbagi soal pengalaman mereka menjalani arubaito.
Yuk, simak cerita mereka!
Table of Contents
1. Batas Minimal Arubaito adalah 15 Tahun
Di Jepang, seseorang boleh bekerja paruh waktu (arubaito) sejak berusia 15 tahun. Umumnya, usai mereka menyelesaikan pendidikan wajib (compulsory education).
Hal ini diatur dalam Japan’s Labor Standards Act Pasal 56. Aturan tersebut menyebut usia minimum bekerja adalah 15 tahun dengan syarat pekerjaan tersebut nggak mengganggu pendidikan dan sesuai jam kerja yang diizinkan.
Mana-chan pertama kali mengikuti arubaito di usia 17 tahun di sebuah gerai franchise burger. Kendati hanya sebulan, pengalaman itu menjadi awal penting buatnya belajar menghadapi pelanggan, melayani pesanan, dan bekerja dalam tim.
Sementara itu, Marisa memulai arubaito di usia 19 tahun dan langsung mencoba berbagai bidang, mulai dari restoran, kafe, toko kacamata, hingga call center.
Berbeda dengan keduanya, Erika baru menjalani arubaito di usia 20–21 tahun. Ia mengaku sedikit “telat” dibanding teman-temannya, tetapi justru merasa lebih siap secara mental.
2. Jenis-Jenis Arubaito Populer di Jepang
Pilihan pekerjaan arubaito di Jepang bermacam-macam, mulai dari restoran cepat saji, toko pakaian, minimarket (konbini), hingga call center atau tempat wisata.
Erika dan Marisa sempat bekerja di kafe yang sama. Mereka bilang, kerja bareng teman membuat suasana lebih ringan, apalagi di hari-hari pertama yang penuh rasa gugup.
Sayangnya, pengalaman itu harus berhenti karena kafe tempat mereka bekerja tutup sementara untuk renovasi.
Berdasarkan data dari Japan Institute for Labour Policy and Training (JILPT) dan situs rekrutmen, seperti Baitoru serta TownWork, bidang arubaito paling umum di Jepang meliputi:
- restoran dan kafe;
- konbini (toko kelontong);
- retail (toko pakaian);
- gudang dan pabrik makanan;
guru atau tutor seperti eikaiwa teacher.
3. Cari Lowongan Arubaito di Laman Resmi
Proses mencari kerja sambilan di Jepang cukup beragam. Ada yang melalui rekomendasi teman, ada juga yang melalui situs, dan aplikasi resmi. Erika, Marisa, dan Mana-chan memiliki pengalaman berbeda soal ini.
Erika mendapat informasi lowongan arubaito dari teman yang sudah bekerja lebih dahulu di kantor.
Menariknya, kalau kamu direkomendasikan teman yang sudah kerja di sana, peluang diterima bisa lebih besar. Beberapa perusahaan bahkan memberikan bonus sebagai apresiasi untuk karyawan yang berhasil mengajak temannya bergabung.
Sementara itu, Mana-chan justru menemukan lowongan arubaito lewat akun LINE resmi dari franchise tempat ia kerja. Ia tinggal memilih dan menjadwalkan wawancara saja.
Marisa memilih cara yang paling populer: mencari di situs Baitoru dan Town Work. Ia mengisi formulir daring dan akan ditelepon buat penjadwalan wawancara kalau perusahaan tertarik.
Menurut survei Mynavi 2024, sekitar 49% mahasiswa Jepang mencari arubaito lewat aplikasi, 48% lewat situs lowongan kerja, dan 24% lewat media sosial.
Jadi, kalau kamu mau mulai arubaito, ada banyak jalur yang bisa dicoba:
- Hello Work (ハローワーク): layanan resmi dari pemerintah Jepang.
- TownWork (タウンワーク): salah satu situs pencari kerja paruh waktu terbesar.
- Baitoru (バイトル): fokus pada lowongan untuk pelajar dan mahasiswa.
Selain itu, kamu juga bisa 1) bertanya ke teman atau senior yang sudah lebih dulu bekerja; 2) melihat pengumuman lowongan di papan kampus; 3) mendatangi langsung toko atau restoran yang sedang membuka lowongan (disebut jikobōshi 自己募集).
4. Wawancara Arubaito
Seperti apa, sih, wawancara arubaito? Biasanya, pewawancara bakal menanyakan hal-hal dasar seperti:
- Kenapa ingin kerja di sini?
- Berapa kali seminggu bisa masuk kerja?
Pertanyaan ini kelihatannya sederhana, tetapi tujuannya buat menilai kesungguhan dan kesesuaian jadwal pelamar dengan kebutuhan tempat kerja.
Marisa sempat mengalami ditolak lamarannya karena jarak rumahnya dianggap terlalu jauh. Sebab, toko itu nggak menyediakan kōtsūhi (交通費) atau biaya transportasi.
Selain itu, aturan soal penampilan juga ketat tergantung bidangnya. Untuk pekerjaan yang berhadapan langsung dengan pelanggan, seperti di restoran, kafe, atau toko, biasanya dilarang
- mengecat rambut warna mencolok;
- memakai kuku palsu atau cat kuku mencolok;
- menggunakan aksesori besar.
Kebijakan ini bukan aturan nasional, tetapi bagian dari standar pelayanan (omotenashi) yang dijunjung tinggi di Jepang.
5. Jadwal Kerja Arubaito
Salah satu hal yang bikin arubaito di Jepang menarik adalah fleksibilitas jadwalnya. Banyak pekerja sambilan bisa memilih shift yang cocok dengan waktu luang mereka.
Erika menceritakan pengalamannya bekerja sekitar 4–5 jam per shift dua kali seminggu; sedangkan Marisa pernah mengatur jadwal padat dengan kerja di dua tempat sekaligus, siang di call centre dan malam di kafe. “Capek, sih, tapi waktu itu aku lagi semangat sangat cari pengalaman,” kata Marisa.
Secara regulasi, bagi mahasiswa asing dengan visa student, jam kerja dibatasi maksimal 28 jam per minggu selama masa kuliah. Ketika musim liburan kampus, atas persetujuan, jam kerja bisa diperpanjang hingga 8 jam per hari atau sampai sekitar 40 jam per minggu.
Untuk pelajar Jepang atau pekerja part-time umum, jam per shift serta hari kerja sangat bergantung pada kebijakan tempat kerja. Beberapa tempat menawarkan shift pagi, siang, atau malam dan memungkinkan 3–5 hari kerja per minggu dengan durasi bervariasi.
Baca Juga: Japanese Dating Culture: Realita di Balik Romansa Manga Jepang
6. Gaji Rata-Rata Arubaito
Gaji kerja sambilan di Jepang menurut standar upah minimum menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, di Tokyo mulai Oktober 2025 upah minimum ditetapkan sekitar ¥1.226 per jam (Rp133.046 per jam).
Jika kamu kerja lima jam sehari selama lima hari dengan upah tersebut (di Tokyo), secara teoritis kamu bisa menerima sekitar ¥30.000 per minggu (Rp3.255.630 per minggu).
Namun, angka ini bersifat ilustratif dan tergantung banyak faktor: wilayah, jenis pekerjaan, shift malam, serta potongan pajak atau biaya transportasi.
Perlu diketahui, sebagai pekerja part-time, tunjangan seperti bonus tahunan, jaminan penuh transportasi, atau asuransi pekerja tetap nggak diberikan sama seperti pekerja tetap.
7. Izin Kerja untuk Pelajar Asing
Buat ryuugakusei (pelajar internasional), Jepang memiliki aturan ketat. Mereka cuma boleh kerja maksimal 28 jam per minggu, dan wajib punya surat izin resmi dari Imigrasi yang disebut shikakugai katsudou kyokasho (資格外活動許可書).
Surat ini menjadi bukti kalau pelajar diizinkan bekerja di luar aktivitas utama visanya (kuliah). Prosesnya nggak rumit, tetapi wajib dilengkapi sebelum mulai kerja. Kalau melanggar, izin tinggal bisa dicabut.
Jadi, walau arubaito bisa menjadi cara buat belajar mandiri, tetap harus dilakukan sesuai aturan.
Selain gaji, banyak hal menarik yang menjadikan arubaito sebagai pengalaman berharga. Beberapa tempat memberi diskon khusus karyawan, kupon, atau bahkan makanai, yaitu makanan gratis yang bisa dinikmati setelah kerja.
Namun, yang paling berkesan justru sisi sosialnya. Dari arubaito, banyak yang dapat bertemu teman baru, belajar kerja sama tim, bahkan, kata Erika sambil tertawa, “Nggak jarang ada yang ketemu jodoh juga!”
Penasaran gimana serunya pengalaman arubaito Erika di Jepang? Tonton ceritanya langsung di sini!


